Intisari
Tuhan dan Manusia tentu memiliki
keterikatan yang sudah sangat jelas, namun perlu didalami lagi jembatan seperti
apa yang mampu menggambarkan hubungan Tuhan dan Manusia. Pendekatan Manusia untuk
mengenal Tuhan dapat dikaji dari tiga terminologi mulai dari Bayani, Burhani
ataupun Irfani. Setiap orang tentunya memiliki proses berbeda yang dipengaruhi
oleh lingkungan dimana mereka lahir dan tumbuh berkembang. Namun sejatinya dari
ketiga hal tersebut memiliki inti yang sama yaitu akhlak sebagai jembatan
antara hubungan Tuhan dan Manusia. Akhlak menjadi suatu hal yang sangat
berpengaruh dalam hubungan kedekatan Tuhan dan Manusia itu sendiri. Akhlak
adalah proses manusia untuk terus menerus mengenal Tuhan, hingga terbangun
kedekatan antara sang hamba dan sang khalik.
HMI sebagai organisasi pengkaderan
sadar betul akan kebutuhan kadernya untuk mendalami islam dengan mengenal Allah
(Makrifat) dalam proses menuju makrifat tentunya ada proses-proses sebelumnya,
proses yang paling penting adalah proses menata akhlak, peran HMI adalah
bagaimana menjadi media berproses para kader untuk terus menata akhlak hingga
nantinya kader itu sendiri yang memahami makna dari menata akhlak dan tujuannya
dalam konteks makrifat.
1. Pendahuluan
Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah
satu pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan: Marifat adalah ketetapan hati
(dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan
segala kesempurnaannya. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan
pendapat Abuth Thayyib As-Saamiriy yang mengatakan: Ma'rifat adalah hadirnya
kebenaran Allah (pada Shufi) dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan
Nur Ilahi. Imam Al-Qusyairy mengemukaka pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin
Abdillah yang mengatakan: Ma'rifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana
ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang meningkat
ma'rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).
Secara Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai
tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak berasal dari
Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam Al Qur'an. Kebanyakan
kata akhlak dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna
akhlak dalam al Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam
surat al Qalam ayat 4: "Wa innaka la'ala khuluqin 'adzim", yang
artinya: Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.
Akhlak tersebut tidak dilahirkan namun dibentuk berdasarkan
keseharian lingkungan, Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi pengkaderan
yang lahir sejak 5 Februari 1947 sadar akan tersebut, dengan tujuan utama Terbinanya
mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawab atas
terwujudnya masyarakat yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala”.
2. Pembahasan
-Latihan Kader sebagai media menata akhlak
Latihan Kader HMI atau yang lebih dikenal dengan LK
HMI merupakan training wajib untuk tiap kader, mulai dari LK 1 , 2 hingga 3. LK
menjadi media untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan, mengevaluasi
kapasitas diri hingga terus memperbaiki diri menuju kebaikan. LK pun
disesuaikan dengan kebutuhan, seperti LK 1 yang tujuannya lebih menata akidah
para kader sekaligus mengenalkan etika-etika dalam forum, kemudian LK 2 yang
merangsang pemikiran-pemikiran kritis sehingga para kader mulai memahami tujuan
dari aksi dan propaganda, dan kemudian ditutup dengan LK 3 sebagai tingkat
akhir jenjang pengkaderan di HMI yang tujuannya lebih kepada membangun
pemikiran solutif para kader.
Training-training tersebut tentunya menjadi media
untuk refleksi dan menata kembali akhlak dari para kader, dengan training
tersebut kader mulai membiasakan kegiatan-kegiatan positif, mulai dari shalat berjamaah,
sahalat sunnah, shalat malam, dsb. Kebiasan baik ini tentunya merupakan salah
satu wujud dari pentaan akhlak sehingga dengan tertatanya akhlak para kader HMI
dapat lebih mengenal Tuhannya dalam konteks ini kita sebut sebagai Makrifat.
Media menata akhlak bukan hanya pada seisi training
Latihan Kader tapi juga kepemanduan berupa kegiatan usro’, usro’ bisanya
menjadi media untuk saling berdiksusi sekaligus evaluasi kontribusi-kontribusi
yang telah diberikan. Belum lagi momen diskusi di komisariat dan cabang menjadi
media berkumpulnya kader HMI untuk memikirkan kondisi sosial masyarakat yang
juga menjadi momen untuk kembali menata akhlak.
-HMI, tempat kami
mengenal Tuhan
Ada suatu kalimat yang menarik dari Hasanuddin
Abdurrakhman [1] bahwa “Para penyembah Tuhan banyak yang tidak menyadari bahwa
fondasi paling dasar dari iman mereka sebenarnya bukan pada kepercayaan pada
Tuhan, melainkan pada pembawa kabar tentang Tuhan, yang dalam hal agama samawi
adalah para nabi. Mereka enggan mengakui bahwa Tuhan sebenarnya hanyalah
sesuatu yang mereka anggap Tuhan. Dalam bahasa yang lebih vulgar, orang-orang
beriman enggan mengakui bahwa Tuhan adalah sesuatu yang diciptakan oleh pikiran
manusia”. Menrut Penulis, dari HMI para kader dapat mengenal Tuhan, seperti apa
yang disampaikan oleh Hasanuddin Abdurrakhman tadi bahwasanya Tuhan adalah
sesuatu yang diciptakan oleh pikiran manusia lewat pendekatan dari mulai kitab
dan wahyu yang dibawakan oleh nabi, lingkungan, komunitas tempat kebiasaan
sehari-hari. Begitupula di HMI, kader mengenal Tuhan lewat diskusi, kajian,
kegiatan sosial dsb. HMI sadar betul bahwasanya kegiatan yang diadakan di HMI
tujuan utamanya adalah menata akhlak para kader untuk mengenal lebih dekat
Tuhannya. HMI sendiri menanamkan nilai ketuhanan bermula dari materi Keyakinan
muslim, etos perjuangan, dan hari kemudian.
Al Bayhaqi [2] menyebutkan dalam konsep islam, Tuhan
disebut Allah dan diyakini sebagai zat maha tinggi yang nyata dan esa, pe
ncipta yang maha kuat dan maha tahu, yang abadi, penentu takdir dan hakim bagi
alam semesta. Al Quran menjelaskan , “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan dan dialah yang maha halus
lagi maha mengetahui (Al-An’am).
-------------------------------------
[1] Dr. Hasanuddin Abdurrakhman,
penulis sekaligus aktivis mahasiswa Jamaah Shalahuddin UGM era 80’an.
[2] Tulisan Al Bayhaqi (1999), “
Allah’s names and attributes”, Publisher; ISCA, ISBN 1-930409-03-06
Para salafush shaleh atau tiga generasi muslim awal dan
terbaik, meyakini bahwa Allah memiliki wajah, tangan dan kaki, hanya saja hal
tersebut sangatlah berbeda dengan makhluk ciptaannya. Kemudian mereka meyakini
pula Allah berada di atas arsy dan tidak ada satupun dari makhluk yang serupa
dengan-Nya [3]. Asep effendi dalam
tulisannya mengatakan Makrifat pada dasarnya bukan hanya persoalan rohani
semata, melainkan bagaimana kemudian dapat menjadi bagian dari kehidupan
keseharian. Tingkat makrifat seseorang akan terwujud dalam perilaku dan cara
menafsir sebuah fenomena sosial tertentu. Apa yang menjadi fakta kehidupan
tidak luput dari objek tafakur. Apa yang terjadi pada kehidupan manusia tidak
luput dari kehendak Allah Yang Mahakuasa. Sebagai hamba yang serba terbatas,
manusia diharapkan dapat berintrospeksi terhadap apa yang selama ini diperbuat
[4]. Dari pandangan effendi tadi sudah cukup jelas kita mengetahui kaitan
antara akhlak dan makrifat, karena perilaku dan cara menafsir sebuah fenomena
sosial merupakan bagian dari akhlak, dan HMI sebagai media menata akhlak.
3. Kesimpulan
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala
telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna untuk mengatur umat
manusia berperikehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi,
dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya [5]. Telah
dijelaskan diatas bahwasanya menata akhlak adalah salah satu proses untuk
mencapai makrifat. Proses menata akhlak sendiri diimplementasikan dalam ruh
kegiatan pengkaderan di HMI, mulai dari kepemanduan, diskusi, latihan
kepemimpinan, kajian dsb. HMI sebagai organisasi pengkaderan menunjukkan
kontribusinya dalam membantu membawa para kader mencapai titik makrifat dengan
nilai-nilai dalam proses penataan akhlak. Pada titik kesimpulan ini penulis
menguatkan kesinambungan natara HMI, akhlak dan makrifat yang intinya adalah
HMI memiliki peran sebagai media menata akhlak para kadernya yang kemudian
ketika kahlak tersebut sudah tertata dengan baik para kader dapat memaknai dan
merasakan apa itu makrifat.
-------------------------------------
[3] Kandungan Surat Al Baqarah 272,
HR Al Bukhariy 13/404 dan HR Muslim 2848
[4] Tulisan Makrifat kepada Allah
karya Ahmad Effendi dimuat di republika 30-10-2015.
[5] Mengutip paragraf awal anggaran dasar HMI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar