"Aku tinggalkan Kekayaan alam
Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku
tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya."
1. Pendahuluan
Sebuah kalimat peringatan dari
presiden pertama kita Ir. Soekarno tentang betapa kayanya alam Indonesia, dan
sebuah kalimat itu pulalah menjadi akar sebab penindasan terhadap rakyat tumbuh
dan berkembang karena sejatinya penindasan adalah anak haram dari hubungan
penguasa dan pengusaha. Kekayaan alam terkhusus tambang, minyak dan gas menjadi
sasaran empuk para hamba kapitalis untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya, maka tak heran ketika Chavez berani berpidato mengatakan
bahwa Amerika Serikat sebagai setan dan pembawa ajaran sesat kapitalisme,
begitu bencinya chavez dia melakukan embargo dan melakukan nasionalisasi migas
besar-besaran sehingga Venezuela saat itu bukan lagi negara yang dapat
dipandang sebelah mata oleh dunia termasuk amerika.
Revolusi Kemerdekaan yang diinisiasi
oleh Soekarno, Tan Malaka, Hatta dan pahlawan saat itu membawa kita kepada
titik sebagai bangsa merdeka, tujuan bernegara pun jelas bahwasanya negara
hadir untuk mensejahterakan rakyat karena sejatinya negara lahir atas semangat
perjuangan rakyat. Negara berkembang,masyarakat tumbuh dan paham-paham
ideologis pun membawa bangsa ini kepada banyak kepentingan, paham kapitalisme
masuk puncaknya aset-aset kekayaan alam dikuasai oleh asing dan penjajahan
modern pun mulai masuk di tengah kelalaian Presiden Soeharto dan pengelola
negara saat itu, hingga kini aset-aset strategis itu masih dikuasai oleh asing
dan bangsa-bangsa penganut paham kapitalisme.
Indonesia layaknya ladang untuk
mengeruk ekonomi sekaya-kayanya, pengusaha yang punya modal besar mudah saja
menyumpal mulut-mulut penguasa dengan kesenangan dunia hingga akhirnya hubungan
haram kedua pihak tersebut melahirkan penindasan sehingga rakyat menderita.
Namun bagaimana sejatinya kondisi aset-aset tambang dan migas di Indonesia ini,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan pandangan terkait hal tersebut.
2. Pembahasan
Nawa
Cita dalam konteks Kedaulatan Energi Nasional.
Jalan Perubahan untuk
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian menjadi sebuah kalimat
awal yang dilayangkan dalam buku kampanye visi misi dan program aksi Jokowi-JK
2014. Menjanjikan Bangsa ini menentukan nasibnya sendiri, bergantung pada
sumber daya alam dan sumber daya manusianya, serta memunculkan sikap sebuah
bangsa sebagai jati dirinya, masyarakatnya serta semangatnya dalam menghadapi
tantangan menjadi point of view dari tiga kalimat sakti diatas tadi.
Menyoroti Janji
kedaulatan Energi dalam Nawa Cita Jokowi-JK maka kita akan menyimpulkan tujuh
poin dedikasi untuk membangun kedaulatan energi:
1. Merancang strategi untuk menjaga dan
meningkatkan produksi minyak bumi
2. Mengurangi Subsidi BBM dan Menjaga
Penyediaan Energi Murah
3. Nasionalisasi Industri Migas yang
tangguh
4. Strategi Cerdas untuk Energi
Terbarukan
5. Strategi Cerdas mengatasi kelangkaan
listrik
6. Komitmen membangun infrastruktur baik
sektor hulu dan hilir
7. Teknologi Hemat Energi
Tujuh Poin Dedikasi ini yang
ditawarkan oleh Jokowi-JK saat berkampanye. Sebuah janji visioner yang terlahir
dari diferensiasi cita-cita Indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian.
Kondisi
Energi Nasional Satu Dekade kebelakang
Tata Kelola Migas
Nasional menjadi sorotan sejak ditetapkannya UU liberal (UU No. 22 Tahun 2001)
yang menghapus fungsi Pertamina sebagai Regulator, dan mensejajarkan Pertamina
dengan Perusahaan swasta. Diperparah dengan lahirnya BP Migas pada Juli 2002
yang kemudian dibubarkan MK pada November 2012.
SKK Migas kemudian lahir
pada 2013 sebagai subtituen dari BP Migas. Kepentingan Politisi busuk pro asing
membuat sistem tata kelola migas semakin parah, tumbuh dan berkembangnya mafia
migas di tataran elit membuat negeri ini dijual perlahan-lahan. Melihat Data
dari IRESS (Indonesian Resources
Studies) tahun 2014 disebutkan bahwa Produksi Minyak Indonesia diperoleh 15%
dari Pertamina dan 85% asing. Begitu sedikitnya persentase dari satu-satunya
perusahaan tambang minyak nasional dalam hal produksi. Data ini dapat
menggambarkan efek liberalisasi migas yang lahir dari impelementasi UU No. 22
Tahun 2001. Bukan Hanya Migas, ESDM menyebutkan pada Tahun 2009 Batubara
Nasional dikuasai oleh asing sebesar 70% dan Menurut pakar geologi ESDM 2011
stok batubara akan habis pada tahun 2081. Hal ini semakin diperjelas oleh
direktur jendral minerba bahwa pada
tahun 2011 sekitar 273 ton batubara diekspor dan hanya 80 juta ton yang digunakan
untuk keperluan negeri.
Menggagas
Kedaulatan Energi Nasional
Dari beberapa referensi tulisan,
penulis menyimpulkan ada 4 langkah yang menjadi rekomendasi dalam mewujudkan
kedaulatan energi nasional diantaranya :
-Revisi UU Migas
Kembali penulis sebutkan bahwa UU. No
21 Tahun 2001 adalah UU pro asing, kongkritnya kedudukan pertamina sejajar
dengan perusahaan swasta. UU inilah yang menyebabkan lahirnya BP Migas yang
mengambil fungsi regulasi dari pertamina. Dampak dari UU ini adalah banyak
praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam sistem tata kelola migas
terkhusus di tataran elit. Investor dalam negeri pun kalah bersaing dengan
investor asing, sehingga wajar pertamina mendapatkan persentase yang sangat
jauh lebih kecil ketimbang perusahaan asing. Indonesia bisa belajar dari UU
Hidrokarbon Venezuela di era Chavez memimpin. UU ini mampu membalikkan
keterpurukan Perusahaan Nasional Migas Venezuela yang dulunya merugi kini
menjadi tiga besar perusahaan migas terbesar didunia.
Nasionalisasi
Blok Tambang dan Migas
Angin segar melanda aktivis
kedaulatan energi ketika mendengar pada November 2014 Pemerintah Tegaskan Blok
Migas terbesar yaitu Blok Mahakam pada tahun 2017 akan dikembalikan ke
pertamina sebagai pengelola, blok mahakam menjadi isu besar dalam dekade saat ini,
bagaimana tidak sebagai blok penghasil migas terbesar nasional tentu menjadi
sumur subur dalam meningkatkan produksi minyak nasional dan keuntungan
perusahaan nasional (pertamina). Isu
lain yang saat ini sangat berkembang adalah masa depan freeport. Kontrak
freeport akan habis pada tahun 2021. Jika dihitung memang cukup lama, namun
jika dikalkulasikan dengan persiapan nasionalisasi itu cukup singkat. Pemerintah harus melakukan langkah
strategis dalam mengawal perusahaan tambang terbesar di timur Indonesia itu,
bukan hal mudah mengingat freeport yang sudah sangat lama mengibarkan
benderanya di tanah kaya papua. Mengutip Kalimat Yudiatmaja “Renegosiasi bukan
hal yang perlu diperjuangkan tapi nasionalisasi menjadi yang terpenting untuk
direalisasikan”.
Berharap tidak ada lagi kamus
renegosiasi dalam hal pengelolaan freeport, saya sepakat bahwa nasionalisasi
adalah harga mati dalam pengawalan masa berakhir perusahaan tambang freeport. Kembali melihat Chavez dan Venezuela
dalam hal nasionalisasi migas, tegas mereka menunjukkan bahwa itu bukanlah
nasionalisasi buta melainkan renegosiasi yang menguntungkan negara ataupun
asing meskipun porsi kepemilikan negara menjadi lebih besar. Begitu suburnya PDVSA sebagai
perusahaan migas nasional yang dulunya amat merugi namun sekarang mampu
menawarkan minyak murah bukan hanya bagi warganya tapi juga bagi warga miskin
di new york, alaska dan london.
Pengurangan
Subsidi BBM
Melihat Rekapitulasi data IISD untuk
Total Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) beberapa tahun kebelakang kita akan
menemukan Total Subsidi pada Tahun 2013, 2014 dan 2015 sebesar Rp. 199,9 T; Rp.
210,7 T; Rp. 291 T. Total subsidi BBM sebesar 20% dari APBN 2014. Subsidi BBM adalah
kebijakan yang paling dekat dengan masyarakat, domino effect dari kebijakan
inilah yang selalu menjadi sorotan publik.
Subsidi memang sudah seharusnya dikurangi dan diarahkan untuk kebijakan
lain namun yang selalu menjadi hantu adalah efek domino yang sangat dirasa
rakyat kecil, ketika BBM naik wong cilik bakal memutar otak nya 180 derajat
untuk mengatur keuangan mereka, sedang pejabat tak begitu pengaruh karena
mereka masih akan menggunakan mobil mercy dan menikmati ruangan ber-AC. Menurut saya yang perlu disoroti
adalah tepat atau tidaknya sasaran penerima subsidi karena masih banyak
masyarakat yang menggunakan mobil mewah menggunakan premium. Padahal sejatinya
pertamax memiliki angka oktan yang lebih tinggi ketimbang premium sehingga
mesin motor lebih awet itu dampak kedepannya. Jadi pemerintah sebaiknya memikirkan rumusan kebijakan bagaimana
premium ini benar-benar disubsidi untuk rakyat kecil. Meramal kebijakan subsidi
ini, 2030 nanti jika subsidi tetap dipertahankan maka akan membengkak 2,3 kali
dari yang sekarang. Keberadaan
subsidi BBM juga menahan laju diversifikasi energi terutama dari bahan bakar
minyak ke bahan bakar gas. Belum lagi diversifikasi energi seperti biofuel dan
energi alternatif lainnya yang sekarang hanya sebatas wacana biasa di
Indonesia. Ketergantungan terhadap
bahan bakar minyak ini dapat membahayakan sebuah negara kedepan ketika adanya
ancaman krisis minyak. Mengutip analisa pakar ekonomi dunia dari Amerika
Serikat Dr. Nouil Roubini yang disampaikan dalam world economic forum, maret
2011, ancaman permanen terbesar dunia saat ini adalah kelangkaan dan tingginya harga
energi dan pangan, sehingga mengakibatkan tingginya inflasi di banyak negara.
Diversifikasi
Energi
Menurut Gede Priyana selaku
Sekertaris SKK Migas, Cadangan Minyak bumi Indonesia sendiri (tanpa eksplorasi)
akan habis dalam jangka waktu 12 tahun lagi. Hal ini akan menjadi ancaman bagi
masa depan bangsa kedepan, mengingat Energi alternatif belum terlalu dibumikan
oleh pemerintah. Melihat potensi energi alternatif di Indonesia kita dapat melihat beberapa potensi, menurut Kajian HMTE
ITB pada 2014 dikatakan bahwa apabila seluruh PLTG dan PLTGU di jawa
menggunakan gas tanpa BBM, dikonversikan PLN menghemat 12 T, jika seluruh Indonesia
akan menghemat 18 T. Belum lagi jika kita menyoroti Energi Terbarukan, ESDM
(2014) mengatakan Potensi EBT Indonesia ; Mini/mikro hidro 450 W, biomass 50
GW, Sel surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6m.det dan nuklir 3 GW. Begitu
besarnya kekayaan energi alternatif di Indonesia yang belum dioptimalkan secara
masif. Belum lagi Energi panas bumi. Pertamina menyebutkan Potensi energi panas
bumi di Indonesia mencakup40% potensi panas bumi dunia. Namun Energi panas bumi
ini belum terlalu dimaksimalkan dalam hal konversi mengingat biaya produksinya.
Apalagi energi panas bumi bukan lah energi konvensional yang laris dijual
sehingga pemerintah enggan menyorotinya. Nuklir
juga masih menjadi hantu bagi masyarakat, kurangnya sosialisasi pemahaman
terkait nuklir oleh pemerintah kepada masyarakat membuat energi alternatif ini
secara makro enggan diilirik. Peristiwa Chernobyl dan Fukushima membuat
ketakutan sejarah bagi perkembangan nuklir di indonesia. Brasil dapat dijadikan
guru yang baik dalam implementasi kebijakan biofuel. Konsistensi Brasil dalam
menggunakan biofuel menjadi teladan bagi negara-negara yang saat ini fokus
dalam mengembangkan biofuel. Bagaimana biofuel tidak berkembang pesat di
brasil, sedangkan Presiden Luis Inacio Lula menjadikan biodisel sebagai
prioritas utama. Jika di Indonesia ampas tebu dianggap sampah lain hal brasil
menganggap ampas tebu adalah berkah. Industri alkohol mampu mendesak industri
otomotif untuk menyesuaikan diri. Bayangkan hampir 90% mobil menggunakan
alkohol sebagai bahan bakar.
3. Kesimpulan
Dalam meramu kebijakan tentu akan
banyak opsi pilihan yang memiliki kelebihan dan kekurangan, yang dipilih tentu
kebijakan yang benar-benar dirasakan kebermanfaatannya untuk masyarakat dan
juga Indonesia masa depan. Melihat Gagasan dari konsep Nawa Cita terhadap
Kedaulatan Energi Nasional, adalah langkah strategis dari pemerintah yang harus
disoroti mengingat belum terlihat dampak program nawa cita tersebut sepanjang
seratus hari lebih pemerintahan Jokowi-JK ini. Janji adalah sesuatu yang harus
ditagih, sebelum janji itu benar-benar hanyut dalam impian sudah sepatutnya
rakyat mengingatkan dan menagih janji yang ditawarkan pemimpinnya saat meminta mandat dari rakyat.
“Bangsa yang
tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri
sebagai bangsa merdeka” -Ir.Soekarno
4.
Referensi
Aliansi
BEM se-UGM. (2014) “Cinta Gadjah Mada untuk Indonesia” : bit.ly/cintagadjahmada
Effendi
Sirajuddin. (2014) Nation in Trap
“Menangkal Bunuh Diri Negara dan Dunia tahun
2020”, Jakarta : Pustaka Pelajar
Fadjar
Mulya dkk. (2014) “Menagih Janji Negarawan” : Baktinusa Dompet Dhuafa
Jokowi-JK.
(2014). “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian”. Tim Pemenangan Koalisi Indonesia Hebat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar