Sabtu, 28 November 2015

Kabut Asap: Akankah Kami Terus Menghirupnya?

(dimuat di selasar.com November 2015)

“Ibu ke sekolah, guru-guru tetap ngajar, Fariz be yang di rumah, murid-murid libur
Ai, parah nian kabutnyo sini jar, pedih mato nak pegi keluar”
---------------
“Ibu ke sekolah, guru-guru tetap ngajar, Fariz saja yang tinggal di rumah, murid-murid libur
Parah sekali kabutnya di sini jar, pedih mata kalau pergi keluar”

Sepenggal obrolan saya kepada ibu beberapa hari yang lalu, kebetulan saat saya di Kalimantan ibu juga menanyakan bagaimana keadaan di sana, karena memang saat program marching for boundary Baktinusa Dompet Dhuafa saya ditempatkan di Sebatik, Kalimantan Utara yang tidak terlalu bermasalah dengan kabut asap.
Kabut asap memang menjadi musibah rutin tahunan di Jambi, setiap tahun musibah ini selalu hadir. Tahun 2015 musibah ini-pun kembali hadir dan dapat dikategorikan yang terparah dibanding beberapa tahun kebelakang.
Fenomena kabut mengigatkan saya akan masa-masa di sekolah dasar, karena menambah jatah libur kami di sekolah, kami berlibur bukan hanya karena tanggal merah, hari raya, dan hari besar, jatah libur kami bertambah karena kabut asap yang melanda kota kami.

"Kami berlibur bukan hanya karena tanggal merah, hari raya, dan hari besar, jatah libur kami bertambah karena kabut asap yang melanda kota kami"