Pengabdian
Masyarakat adalah satu dari tiga tri dharma perguruan tinggi, adalah kewajiban
bagi mahasiswa untuk turut berpartisipasi dalam program kemasyarakatan, di UGM
sendiri ada kuliah kerja nyata yang setara dengan 3 sks dimana mahasiswa
diterjunkan di desa-desa seluruh indonesia untuk belajar dan berbagi kepada
masyarakat.
Beruntunglah
kita belajar di kampus universitas gadjah mada, kampus yang dikenal dengan
kampus kerakyatan, kampus yang dekat dengan masyarakat mengingat di jogja pun
banyak sekali desa. Kesederhanaan masyarakat jogja menjadi alasan bagi
mahasiswa UGM untuk betah belajar kepada masyarakat, jarak dari kampus ke desa
yang tidak terlalu jauh serta semangat mahasiswa UGM dalam mengikuti kompetisi
program kreativitas mahasiswa (pkm) menjadi alasan mengapa sering sekali kita
temukan mahasiswa dan masyarakat di jogja bahu membahu melakukan sesuatu.
Mendapatkan
kesempatan belajar di organisasi tentu tak lepas dari pembelajaran di
masyarakat, mulai dari LSiS, bem km fmipa ugm hingga tawaran dari beberapa
kakak tingkat. Inilah beberapa pengalaman dalam proses pembelajaran kepada
masyarakat.
Belajar
Dari Desa Mitra Bem Km Fmipa Ugm
Allah memang
merencanakan jalan hambanya masing-masing, bersyukur dapat menjadi bagian BEM
KM FMIPA UGM 2014, selain romantika perjuangan melawan kebijakan zolim tapi
disini saya juga ingin berbagi tentah sebuah perasaan dan cinta, perasaan
berbagi kepada sesama.
Bersyukur sekali
beruntungnya departemen sosial bem km fmipa ugm 2014 tidak banyak meminta
anggaran dppspp karena sudah tersupply
dana dari PKM beberapa teman-teman sosial. Sebagai bentuk kepedulian maka
meramaikan acara adalah sebuah tanggung hawab bersama.
Saya sangat
mengapresiasi kepada departemen sosial, sering sekali rasanya saya bermain
ketempat itu, desa mitra KM FMIPA, mulai dari menemani teman-teman dalam
mendampingi PAUD, bakti sosial hari pendidikan, silaturahmi warga, buka
bersama, menginap, kajian-shalawatan hingga bakti sosial.
Desa ini banyak
mengajarkan saya tentang nilai-nilai kemanusiaan, tentang berbagi dan
berkontribusi, tentang keikhlasan dan tentang konsep hidup sederhana. Saya
salut dengan teman-teman sosial, prestasi finalis PIMNAS membuktikan bahwa
teman-teman sangat total dalam mengelola tempat ini, mengelola desa ini, semoga
amal baik selalu tercurah kepada sahabat-sahabat di departemen sosial dan bem
km fmipa ugm.
Pengalaman
Mengajar Bersama Pengajar Muda Lsis Mengajar
Mendidik adalah
tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak
terdidik di Republik ini adalah “dosa” setiap orang terdidik. Berarti juga,
anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah “dosa” setiap orang
terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda.
Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan. –Anies Baswedan
Sebelumnya
izinkanlah saya mencoba menulis kembali memori ketika menjadi pengajar di LSiS
mengajar pada tahun 2013 yang lalu. LSiS mengajar yang merupakan program kerja
dari Departemen Community Development (comdev) dimulai dari awal mei sampai
akhir juni, penutupan dari Kegiatan ini akan diadakan sabtu 1 juni 2013 dengan
beberapa kegiatan diantaranya, mengajar, nonton video, bermin bersama
anak-anak. Tujuan utama dari LSiS mengajar ini adalah menginspirasi anak-anak
MI di desa dilingo agar punya cita-cita besar, Dilingo yang merupakan salah
satu desa terpencil di antara kabupaten gunung kidul dan bantul sudah
sepatutnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah.
Masa ini adalah
masa dimana saya mendapatkan amanah sebagai kepala departemen HI LSiS fmipa ugm
yang sudah seharusnya turut ambil bagian dalam program kerja dari departemen
comdev. Pada kesempatan ini pengajar bukan hanya memberikan pelajaran yang
biasa diberikan dikelas oleh guru, tapi juga inspirasi kepada adik-adik untuk
melanjutkan studi di UGM atau bahkan luar negeri.
Saya sangat
tertarik mengajar karena saya melihat senyum anak-anak khatulistiwa yang terus
bersemangat mencari ilmu, ya meskipun dengan keterbatasan pendidikan tapi
mereka masih bersemangat belajar, belum lagi permainan yang biasanya mereka
mainkan mengingatkan beberapa permainan ketika kecil, permainan tradisional
yang saat ini jarang kita temui.
Ini tulisan
terkait pengalaman belajar bersama masyarakat desa jipangan di bantul. Pada
Kesempatan ini saya diajak oleh tim Community development Pusat Studi Lingkungan
Hidup (PSLH) yang di ketuai oleh Dr. Eko Sugiharto, Bapak Iqmal Tahir M.Si, dan
beberapa rekan mahasiswa, mas ardi (ketua BEM FEB 2012), mbak Lutvia
(Sekertaris KMK 2011) dsb.
Briket adalah
bahan bakar alternatif yang bahannya berasal dari alam, atau berasal dari
biomassa. Bahan utama yang dipakai adalah aneka sampah yang dapat dikarbonisasi
atau dapat dibuat arang. Tetapi penelitian terakhir tentang briket sampah
organik masih ada kekurangan dalam hal nilai kalori. Nilai kalori yang
dihasilkan masih relatif rendah yaitu antar 4000 kal/g – 5000 kal/g (Hendra,
2003).
Selain dapat
digunakan sebagai energi alternative briket BMW juga dapat dikembangkan menjadi
usaha baik skala UKM maupun skala ekspor. Hal ini dapat mengurangi angka
pengangguran di Indonesia. Biasanya bagi warga jipangan yang notabennya bekerja
sebagai pengrajin bambu banyak menghasilkan sisa-sisa anyaman bambu yang tidak
dipakai, dari PSLH memberikan pemberdayaan berupa pengolahan ampas bambu yang
sudah tidak dipakai menjadi briket.
Beruntung
mendapatkan kesempatan ini, karena menambah wawasan terkait briket sebagai
energi alternatif. Saya, Hesti dan Mas Fika pernah membuat sebuah karya tulis
terkait briket dan modifikasinya, Kami
mempunyai ide untuk membuat briket dari sampah organik yang ditambah dengan
arang batok. Kemudian setelah dicetak dicelupin solar atau minyak jelantah.
Briket ini kami beri nama “Briket Batok Minyak jelantah Wuwuh”. Nama tersebut
kami ambil dari nama bahan dasar briket yang kami buat yaitu, kombinasi sampah organik
(jawa: Wuwuh) dan batok kelapa yang direndam minyak jelantah. Minyak jelantah
digunakan untuk meningkatkan efisiensi Briket BMW. Selama ini minyak jalantah
belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan dasar energi
alternatif. Briket BMW dapat diperoleh dari tumpukan sampah-sampah organik
(jawa: Wuwuh) yang telah dimodifikasi. Briket BMW ini dapat digunakan untuk
membuat briket arang yang praktis dan terbarukan
Sama halnya
dengan desa jipangan, saya kira potensi pengembangan briket di desa jipangan baik mengingat konsistensi
warga yang memilih bermata pencaharian sebagai pengrajin bambu. Jika komitmen
tersebut diikuti dengan komitmen mengelola briket desa jipangan akan menjadi
salah satu desa alternatif energi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar