Masa remaja adalah masa transisi seorang
menuju kedewasaan, dimana masa tersebut seseorang dituntut mandiri dan dapat
bertanggungjawab atas apa yang dia lakukan, disisi lain dalam agama dikatakan
ketika seseorang menjadi baliqh (remaja) maka dia menanggung semua perbuatannya
entah itu kebaikan ataupun kejahatan.
لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ
رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ
وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا
أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam
(manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima
perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan,
hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan
sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no.
2340).
Ketika diatas kita definisikan masa
remaja adalah masa transisi, maka dalam bertransisi butuh sebuah proses, dalam
membentuk proses tersebut remaja membutuhkan media yaitu kehidupan sosial
sehingga seorang remaja haus akan bersosial (social hunger).
Mungkin sebagian orang merasa asing dengan
istilah Social Hunger, mengingat kata
tersebut berasal dari bahasa inggris yang jika diubah menjadi bahasa Indonesia
diartikan kehausan social. Kehausan sosial tentu juga menjadi suatu bahasa yang
jarang terdengar, namun secara istilah kata tersebut sangat dekat dengan remaja
atau anak muda.
Masa remaja disebut pula
sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya
keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (sudrajat, 2008). Seorang remaja memiliki keinginan
untuk menunjukkan karakternya (eksist), eksistensi ini sebagai kepuasaan bahwa
dia telah diterima oleh lingkungannya. Eksistensi diri dapat ditunjukkan dengan
semangat berprestasi dan berorganisasi, memberikan kebermanfaatan untuk orang
lain sehingga seorang remaja tersebut punya daya jual dan pengaruh yang membuat
eksistensinya dalam lingkungan tetap bertahan.
Namun disisi
lain sudrajat mengatakan Penolakan dari kelompok sebayanya dapat menimbulkan frustrasi dan
menjadikan dia sebagai isolated serta merasa rendah diri. Maka tak jarang seorang remaja yang mengalami
penolakan tersebut menyendiri dan sikap ini sangat rentan terhadap narkoba,
seks bebas pornografi dsb.
Kehausan bersosial
menjadi naluri positif jika dimanfaatkan oleh lingkungan remaja, remaja dapat
terpantik untuk menggerakkan kegiatan sosial masyarakat, mengajar TPA,
membangun desa, karang taruna dsb. Keinginan untuk eksis dan haus bersosial
menjadi sebuah kesempatan untuk membangun karakter seorang remaja.
Selain eksis dalam kegiatan bermasyarakat dan
organisasi sekolah remaja pada umumnya memanfaatkan teknologi sebagai wujud
ekspresi dari social hunger, maraknya social media seperti twitter, facebook,
instagram, path dsb membuat remaja dengan mudah merealisasikan eksistensi yang
ia miliki, namun sayangnya perbuatan ini terkadang hanya membuang waktu dan
kurang dirasa kebermanfaatannya.
Di sisi lain
globalisasi budaya juga memberikan pengaruh kepada remaja sebagai generasi
penerus bangsa, keinginan untuk eksis menjadi dasar dengan mudahnya seorang
remaja membuka diri untuk menerima arus globalisasi terutama kebudayaan luar.
Seragam sekolah yang dibuat dengan Japanese style ataupun gaya boyband dan
girlband korea yang terliht stylish menjadi wujud keinginan eksis dalam
lingkungannya, keadaan ini diperparah dengan lunturnya kebudayaan lokal dari
diri remaja. Kebanggaan dengan budaya luar yang terlihat trendy dan modern
menjadikan seorang remaja pada umumnya untuk merubah gaya hidup.
Itulah
karakter dari social hunger (kehausan social) ibarat pisau bermata dua yang
jika dimanfaatkan untuk kegiatan positif anak muda akan menjadi seseorang yang
mampu memberikan kebermanfaatan sekitarnya dan jika terbawa kegiatan negative
anak muda akan kehilangan karakter dirinya sebagai anak Indonesia yang
berbudaya.
Maka dari
itu masa remaja adalah masa yang sangat penting dan rentan dalam proses
perubahaan seseorang menjadi manusia dewasa. Pembelajaran yang didapat dari
proses ber-social hunger menjadi modal awal seorang remaja untuk menatap dunia
dewasa, maka tak heran jika kegagalan dalam ber-social hunger menjadi factor
kegagalan seseorang dalam kehidupannya kedepan.
Proses ber-social hunger seorang remaja menjadi
momen strategis bagi seseorang dalam merusak generasi muda, melalui globalisasi
budaya, gaya hidup kebarat-baratan, pergaulan bebas dsb. Maka dari itu proses
ber-social hunger seorang remaja tentu juga harus dikawal oleh berbagai pihak
mulai dari orang tua, guru, dan pihak pemerintah agar mereka masih tetap
menjaga kebudayaan yang ditanamkan sejak mereka kecil.
Bukan hanya
pengawalan tapi juga pengajaran dalam tranisisi menuju manusia dewasa, dengan
pengawalan dan pengajaran ini porses ber-social hunger seorang remaja tentu
lebih terkontrol dan dapat diarahkan ke
arah positif. Proses ber-social hunger dapat diarahkan ke komunitas-komunitas
yang memberikan manfaat bagi lingkungan atau kontribusi langsung kepada
masyarakat dsb, dan yang ditakuti mereka berproses di komunitas-komunitas malam
yang dekat dengan pergaulan bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar