Kamis, 05 Desember 2013

“Social Hunger Sebagai Karakter yang berpengaruh pada diri Remaja”

Masa remaja adalah masa transisi seorang menuju kedewasaan, dimana masa tersebut seseorang dituntut mandiri dan dapat bertanggungjawab atas apa yang dia lakukan, disisi lain dalam agama dikatakan ketika seseorang menjadi baliqh (remaja) maka dia menanggung semua perbuatannya entah itu kebaikan ataupun kejahatan.
لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340).
Ketika diatas kita definisikan masa remaja adalah masa transisi, maka dalam bertransisi butuh sebuah proses, dalam membentuk proses tersebut remaja membutuhkan media yaitu kehidupan sosial sehingga seorang remaja haus akan bersosial (social hunger).
Mungkin sebagian orang merasa asing dengan istilah Social Hunger, mengingat kata tersebut berasal dari bahasa inggris yang jika diubah menjadi bahasa Indonesia diartikan kehausan social. Kehausan sosial tentu juga menjadi suatu bahasa yang jarang terdengar, namun secara istilah kata tersebut sangat dekat dengan remaja atau anak muda.
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (sudrajat, 2008). Seorang remaja memiliki keinginan untuk menunjukkan karakternya (eksist), eksistensi ini sebagai kepuasaan bahwa dia telah diterima oleh lingkungannya. Eksistensi diri dapat ditunjukkan dengan semangat berprestasi dan berorganisasi, memberikan kebermanfaatan untuk orang lain sehingga seorang remaja tersebut punya daya jual dan pengaruh yang membuat eksistensinya dalam lingkungan tetap bertahan.
            Namun disisi lain sudrajat mengatakan Penolakan dari kelompok sebayanya dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated serta merasa rendah diri. Maka tak jarang seorang remaja yang mengalami penolakan tersebut menyendiri dan sikap ini sangat rentan terhadap narkoba, seks bebas pornografi dsb.
            Kehausan bersosial menjadi naluri positif jika dimanfaatkan oleh lingkungan remaja, remaja dapat terpantik untuk menggerakkan kegiatan sosial masyarakat, mengajar TPA, membangun desa, karang taruna dsb. Keinginan untuk eksis dan haus bersosial menjadi sebuah kesempatan untuk membangun karakter seorang remaja.
             Selain eksis dalam kegiatan bermasyarakat dan organisasi sekolah remaja pada umumnya memanfaatkan teknologi sebagai wujud ekspresi dari social hunger, maraknya social media seperti twitter, facebook, instagram, path dsb membuat remaja dengan mudah merealisasikan eksistensi yang ia miliki, namun sayangnya perbuatan ini terkadang hanya membuang waktu dan kurang dirasa kebermanfaatannya.
            Di sisi lain globalisasi budaya juga memberikan pengaruh kepada remaja sebagai generasi penerus bangsa, keinginan untuk eksis menjadi dasar dengan mudahnya seorang remaja membuka diri untuk menerima arus globalisasi terutama kebudayaan luar. Seragam sekolah yang dibuat dengan Japanese style ataupun gaya boyband dan girlband korea yang terliht stylish menjadi wujud keinginan eksis dalam lingkungannya, keadaan ini diperparah dengan lunturnya kebudayaan lokal dari diri remaja. Kebanggaan dengan budaya luar yang terlihat trendy dan modern menjadikan seorang remaja pada umumnya untuk merubah gaya hidup.
            Itulah karakter dari social hunger (kehausan social) ibarat pisau bermata dua yang jika dimanfaatkan untuk kegiatan positif anak muda akan menjadi seseorang yang mampu memberikan kebermanfaatan sekitarnya dan jika terbawa kegiatan negative anak muda akan kehilangan karakter dirinya sebagai anak Indonesia yang berbudaya.
            Maka dari itu masa remaja adalah masa yang sangat penting dan rentan dalam proses perubahaan seseorang menjadi manusia dewasa. Pembelajaran yang didapat dari proses ber-social hunger menjadi modal awal seorang remaja untuk menatap dunia dewasa, maka tak heran jika kegagalan dalam ber-social hunger menjadi factor kegagalan seseorang dalam kehidupannya kedepan.
            Proses ber-social hunger seorang remaja menjadi momen strategis bagi seseorang dalam merusak generasi muda, melalui globalisasi budaya, gaya hidup kebarat-baratan, pergaulan bebas dsb. Maka dari itu proses ber-social hunger seorang remaja tentu juga harus dikawal oleh berbagai pihak mulai dari orang tua, guru, dan pihak pemerintah agar mereka masih tetap menjaga kebudayaan yang ditanamkan sejak mereka kecil.
            Bukan hanya pengawalan tapi juga pengajaran dalam tranisisi menuju manusia dewasa, dengan pengawalan dan pengajaran ini porses ber-social hunger seorang remaja tentu lebih  terkontrol dan dapat diarahkan ke arah positif. Proses ber-social hunger dapat diarahkan ke komunitas-komunitas yang memberikan manfaat bagi lingkungan atau kontribusi langsung kepada masyarakat dsb, dan yang ditakuti mereka berproses di komunitas-komunitas malam yang dekat dengan pergaulan bebas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar