Kamis, 26 Desember 2013

Memandang Natal dan Tahun Baru

Akhir tahun menjadi sebuah selebrasi besar bagi masyarakat terkhusus anak muda, selebrasi dan kebebasan menjadi titik awal rapuhnya sebuah aqidah kita sebagai seorang muslim. Tak jarang banyak orang menyepelekan sebuah makna natal dan tahun baru. Toleransi menjadi alasan utama untuk mengucapkan perayaan kelahiran yesus kristus dan pergantian tahun masehi.

Mengapa tidak boleh natal?
Natal ditinjau dari bahasa indonesia artinya kelahiran, 25 desember menjadi momen peringatan bagi nasrani dan kristiani memperingati lahirnya seorang yang bernama yesus kristus dimana beliau dianggap sebagai Tuhan yang membawa ajaran kristiani. Momen ini menjadi titik refleksi sejauh aman mereka memaknai ajaran kristiani. Natal juga menjadi starting point untuk meningkatkan ibadah umat kristiani.

Namun dimomen ini terjadi perdebatan umat muslim terkait haramnya mengucapkan selamat natal, ulama pun terbagi menjadi dua bagian, yang mengucapkan dan yang tidak. Mengucapkan dengan alasan toleransi antar umat beragama, sedangkan yang tidak mengucapkan mengatakan haram karena menyangkut aqidah, mengucapkan selamat natal berarti mengakui lahirnya yesus kristus sebagai tuhan. Bahkan kelompok yang dicap sebagai islam garis keras mengatakan mengucapkan selamat natal lebih hina ketimbang mengucapkan selamat berzina.

Saya pribadi tidak sepakat mengucapkan selamat natal karena menyangkut soal aqidah. Mengucapkan selamat natal bagi saya adalah menyepakati lahirnya yesus kristus sebagai Tuhan, dengan konsep fundamentalis yang saya yakini maka dari itu tiap perayaan natal saya tidak pernah mengucapkan selamat natal.

Aqidah dan Toleransi
“Jangan pernah menggadaikan aqidah dengan sebuah alasan yang tidak jelas (toelransi)”
Sangatlah disayangkan ketika hanya dengan mengucapkan kata natal seakan-akan kita telah menjual aqidah, kepercayaan kita terhadap islam, maka dari itu sebaik-baiknya sebuah paham, konsep ataupun ilmu akan beralih kepada quran dan hadis, dan tak ada satupun surat atau ayat yang menjelaskan tentang natal dan urgensi mengucapkannya. Banyak umat saat ini kurang memahami konseptualis ilmu agama sehingga dengan mudah terombang ambing dengan alasan kemanusiaan (humanity) seperti istilah kata toleransi, pancasilais dsb. Maka sudah sepatutnya kita sepakat dengan konseptualis islam adalah sebuah keharaman kita mengucapkan selamat natal.

Tahun baru sebagai momen evaluasi
Menurut saya pribadi perayaan tahun baru tergantung bagaimana kita merayaakannya, momen tahun baru bisa jadi menjadi titk evaluasi terutama kita sebagai warga Indonesia yang menggunakan kalender masehi dalam sistem pemerintahan. Sudah sejauh mana prestasi yang kita raih dalam dunia pendidikan, kapasitas kita sebagai seorang intelektual dsb. Jadi tahun baru ketika kita mengartikan adalah sebagai momen evaluasi (muhassabah), bukan momen party untuk merayakan kemenangan. Tahun baru menjadi starting point untuk meajut prestasi setahun kedepan, merancang planning kontribusi dan karya yang akan kita buat, bukan malah party menghabiskan uang hanya demi sebuah kepuasan.

Dari tulisan diatas kita dapat menyimpulkan betapa besar konsep sebuah ilmu, amal dan aqidah kita sebagai muslim, seberapa besar konsep tadi kita pegang dan kita implementasikan kedalam kehidupan kita. Insyaallah ketika aktualisasi dari ilmu, amal dan aqidah maka kita akan terselamatkan dari konsep-konsep yang mengarah kepada kerusakan aqidah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar