Jumat, 31 Oktober 2014

PROGO 50 K

   Oktober menjadi bulan yang membuat saya harus mondar-mandir jogja-jakarta, bermula dari impian gerakan sosial (gersos) beasiswa aktivis nusantara (baktinusa) Jogjakarta minggu lalu saya menuju ibukota dengan kereta elit khas para pebisnis berangkat malam tiba shubuh dengan fasilitas oke punya, dan hari ini saya berkesempatan menikmati kereta khas mahasiswa UGM yang tinggal di ibukota, progo namanya kereta ekonomi yang harganya paling murah dan jadwal keberangkatan yang paling sesuai(menurut saya). Ini bukan pertama kalinya saya menaiki kereta kerakyatan progo namun sudah kesekian kalinya, hampir setiap berkeinginan ke jakarta pasti diusahakan menggunakan jasa kereta progo.
1. Kereta Kerakyatan
            Cukup pas jika kereta progo disebut sebagai kereta kerakyatan dimana semua kalangan masyarakat dapat berkumpul meski jarak kursi dan lorong kereta yang sempit. Namun adalah sebuah kesempatan bagi mahasiswa untuk lebih mengenal rakyat kecil yang beberapa bertujuan mencari pekerjaan ataupun yang sudah bekerja di jakarta, Setiap manusia punya cerita dan cerita mereka berpotensi sebagai sumber inspirasi, adalah sebuah kehampaan jikalau kita mahasiswa seakan acuh kepada penumpang disebelah kita banyak cerita indah dari para tetangga kita. Dari mulai pedagang kaki lima, buruh rumah tangga hingga pengusaha pernah saya temui di kereta ini,dari inspirasi merekalah saya banyak belajar untuk mencintai negeri ini.Belajar dari mereka tentang bagaimana mana memaknai hidup, memahami Indonesia mulai dari unsur terkecilnya.
2. Dilema Revolusi Kapitalis
            Tepat Agustus 2011 saya menginjakkan kaki pertama di sebuah kereta bernama progo, saat itu saya berstatus sebagai mahasiswa baru yang hendak menuju jogja dari ibukota menggunakan jasa kereta progo, kenangan yang cukup seru ketika para penumpang berebut kursi, desak-desakan dan saling ribut, belum lagi kereta yang sangat sesak dan panas serta teriakan anak keci yang heboh karena kesumukan kereta. Saat itu para pedagang di tiap stasiun masuk kereta menjajakan jualannya, pengamen dengan serunya memainkan musik sembari mengangkat tangan kanan sebagai wadah apresiasi dari seni mereka. Akhir tahun 2012 saya berkesempatan menggunakan jasa progo dari jogja menuju jakarta, perubahan pun cukup derastis terjadi, tiada lagi suara sayu para pengamen, hanya beberapa pedagang yang masuk ke stasiun, para penumpang tidak lagi berdesakan, perubahan yang cukup baik demi menjaga ketertiban penumpang. Akhir Tahun 2013 saya berkesempatan mengunjungi negara tetangga singapore, namun pesawat saya terbang dari jakarta, saya pun menggunakan jasa kereta progo karena harganya murah, perubahan kembali saya lihat penumpang dengan tenangnya menikmati jasa kereta api kerakyatan ini, tiada lagi pedagang yang masuk dan tak ada lagi desakan antar penumpang, dan hari ini 30 oktober 2014 perubahan suistain menemani kereta ini, kereta dengan mesin pendingin (AC) seadanya, penumpang nyaman, meski jaraknya sempit, namun setelah keluar dari kereta stasiun menyambut saya dengan suasana hening, tiada lagi kakek tua yang menjajakan rokok, nenek tua yang menawarkan nasi rames, ibu-ibu yang menawarkan gorengan yang ada hanya warung gaul seperti seven eleven, alfamart, dunkin donuts dsb yang menjamur disini. Sebuah dilema yang menjadi keresahan, secara kenyamanan mungkin baik namun kemana mereka rakyat kecil yang ingin mencari rezeki di sudut-sudut stasiun ?
            Menjadi sebuah kerinduan ketika menaiki kereta ekonomi progo, tiada pernah kita melihat senyuman para pedagang rokok maupun nasi rawon, stasiun memang nyaman namun adalah keresahan jika kenyamanan itu membunuh wadah mencari rezeki para pedagang kecil. Saya berharap Pemerintah membuat warung makan atau kafe dimana pekerja nya adalah para pedagang kecil yang biasanya berjualan, pedagang yang benar-benra membutuhkan uang untuk hidup bukan mencari untung sebanyak-banyaknya, dengan begitu penumpang masih bisa merasakan hangatnya keramahan dari para pedagang kecil dan kenyamanan kereta masih mereka dapati. Menjadi sebuah titik temu adan jawaban dari revolusi kapitalis yang membunuh jamur ekonomi rakyat kecil, Pemimpin adalah orang yang mampu merangkul semua kepentingan rakyatnya, semoga pemerintah mampu menyeimbangkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar