Alhamdulillah sudah 3 tahun saya menginjakkan kaki di bumi istimewa Jogjakarta, tinggal kurang lebih satu tahun lagi jatah menikmati kota yang juga saya cintai, bukan sekedar nuansa wisata, namun lebih ke masyarakat yang ramah sehingga banyak sekali cerita indah bersama mereka.
“Kota yang teramat berharga sebagai sumber ilmu, sebagai media meraba Negerimu, karena diisini kau akan melihat saudara setanah airmu dari ujung barat hingga ujung timur.”
Tiga tahun ke belakang dari bumi andalas (sumatera) saya terbang menuju pusat ibukota sebatas singgah satu malam untuk bertemu saudara, sekedar melihat kerasnya kehidupan kota besar dan melihat rakyat kecil kelaparan di malam hari, esok harinya menyambung perjalanan dari Jakarta ke jogja dengan menggunakan kereta progo (ekonomi), berdesak-desakan bersama rakyat kecil dan hewan ternaknya menikmati perjalanan Jakarta-jogja. Hingga sampailah di kota yang kental akan budaya jawanya, kota yang banyak diisi oleh anak muda yang berasal dari ujung barat hingga timur, merekalah mahasiswa harapan dari kampung halaman.
Saya beruntung memiliki keluarga disini, dulu diawal saya sering bantu Bapak untuk berjualan di pasar malioboro, dan disini saya juga banyak belajar tentang pasar kejujuran, pasar yang dimana barang dagangan ditinggal tidak akan dicuri oleh orang dan duit dagangannya jika dibiarkan di kotak juga tidak di ambil orang lain, karena pasar ini terjaga oleh sistem kepercayaan masyarakatnya terhadap Tuhan dan terhadap Adat. Beruntungnya saya banyak mengenal mereka para pedagang kaki lima terutama yang berasal dari ranah minang, selain harga yang dijual lebih murah, setidaknya saya merasa aman di lingkungan pasar.
Waktu kuliah pun dimulai, kehidupan yang selalu diisi dengan kelas, praktikum, tugas, organisasi “pool tenan”¸beruntunglah ketika menjadi mahasiswa baru karena kita bak gelas kosong sedangkan kampus bagaikan sumur tujuh warna, ada air teh, kopi, susu, jus, minuman bersoda dll. Kita tinggal memilih gelas ini mau diisi oleh apa. Ada suatu cerita menarik tentang pesan ibu kepada saya ketika menjadi mahasiswa baru.
“Jar… kamu jangan ikut-ikutan Rohis dulu ya, belajar yang rajin aja, ikut organisasi yang biasa-biasa aja, jangan macem-macem”
Mungkin bagi sebagian orang itu nasehat yang lucu, tapi itu nasehat ibu yang sewaktu itu lagi marak-maraknya perekrutan mahasiswa untuk menjadi anggota NII. Nasehat ibu adalah pegangan hidup saya, saya menterjemahkan itu sebagai nasehat untuk berhati-hati dalam mengisi gelas kosong tadi, memang benar saya tidak pernah sama sekali ikut Organisasi Rohis di saat kuliah semacaam Jamaah muslim ataupun keluarga muslim padahal di SMA saya cukup aktif di organisasi keislaman. Tapi perlu digaris bawahi maksud disini bukan saya mengajak kawan-kawan untuk tidak ikut Rohis tapi untuk lebih kritis, tujuan kita sama mencari ilmu agama namun kita perlu kritis jangan asal “nrimo tok” (menerima aja) tapi kita harus kritis dengan banyak membaca buku dari referensi-referensi islam.
“Saya mengajak bagi kawan-kawan yang sudah aktif di Rohis SMA jika tertarik melanjutkan jangan sungkan-sungkan untuk bergabung bersama organisasi keislaman dengan tetap kritis dan tidak hanya sekedar nerima, Karena Allah mencintai orang yang belajar agama Allah dan berjuang di jalan Allah.”
Akhirnya kehidupan dikampus saya isi dengan aktif di organisasi keilmuan fakultas (LSiS FMIPA UGM), rumah ini adalah salah satu hal istimewa yang ada di hati saya, karena karakter dan nilai dalam diri saya banyak terbangun disini, saya mendapatkan partner terbaik dalam belajar tentang perkuliahan maupun belajar tentang menulis, dan rumah ini yang membuat saya cinta dengan dunia kepenulisan, benar adanya dari tulisan itu banyak sekali kebaikan yang saya dapat mulai dari keluar negeri, dapat uang saku, bermacam beasiswa, ilmu dan pengalaman lain yang luar biasa.
Namun, semakin bertambah semester saya semakin tertarik dengan dunia luar kuliah seperti lomba, konferensi mahasiswa, pelatihan kepemimpinan dan hal lain yang diluar sana sangat menarik, sebuah keuntungan bagi saya berada di lingkungan orang-orang terbaik di LSiS FMIPA UGM, mulai dari ber-IP 4 hingga jawara olimpiade yang sepertinya sudah bosan menumpuk beragam medali. Bahkan saya berani bolos kuliah untuk aktif dengan dunia luar namun saya mengganti belajar di kelas dengan orang-orang hebat di LSiS, karena bagi saya belajar sendiri lebih nyaman ketimbang hanya mendengar dosen di kelas.
Selain aktif di LSiS saya juga ikut terlibat di organisasi eksternal baik komunitas diskusi maupun gerakan ekstra kampus, dahulu aktif diskusi di Komunitas Kedaulatan Energi UGM sebuah komunitas untuk menggerakkan ketahanan energi nasional, dari komunitas diskusi dan gerakan ekstra kampus saya banyak belajar mengenal karakter kawan-kawan mahasiswa lainnya. Saya dapat melihat bagaimana mahasiswa yang aktif di gerakan baik itu BEM, LEM, DEMA maupun gerakan eksternal mereka memiliki kelebihan berfikir kritis dan analisa tinggi, apalagi dengan idealisme yang mereka punya, mereka berani menyuarakan kebenaran dan menggempalkan tinju untuk mendobrak rezim tirani (kekuasaan yang sewenang-wenang). Dari mereka lah saya banyak belajar dan membuat hati tertarik membaca buku-buku pergerakan mulai dari kisah perjalanan Tan Malaka, Perjuangan Hugo Chavez di Venezuela, Riwayat Bung Hatta dsb.
Dahulu saya pernah berfikir kenapa di FMIPA notabennya anak sains yang cenderung belajar harus ada BEM sebaiknya semua anak MIPA masuk LSiS atau Himpunan Mahasiswa karena menyokong perkuliahan dan banyak memberikan manfaat tentang dunia sains.
“Semenjak diskusi itu pula saya sadar, dunia ini tidak mungkin diisi orang-orang baik saja, ketidak-adilan lazim selalu ada dan orang-orang yang terus memperjuangkan kebenaran serta dengan kepalan tinjunya mendobrak ketidak-adilan harusnya dilahirkan dari rahim gerakan (BEM, LEM, DEMA dsb)”
Selamat datang Gadjah Mada Muda Harapan Nusantara, Selamat mengarungi luasnya samudera ilmu di kampus biru, kembangkan minat dan bakatmu dengan mengikuti organisasi di kampus. Tiap langkahmu adalah langkah Indonesia apakah Indonesia melangkah kearah yang benar atau salah itu tergantung langkahmu, tiap kepalan tinju-mu adalah kepalan Indonesia, kemanakah kepalan tinju itu kau hempaskan ?, ke rakyat kecil kah atau ke para pemerintah korup dan orang-orang zalim disana, tiap kali kau berfikir itulah pemikiran Indonesia masa depan, apakah Indonesia akan diisi oleh pemikir-pemikir yang hanya berfikir untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, mencari kesenangan hidup, memperkaya diri sendiri atau Indonesia akan diisi oleh pemikir hebat, pemikir yang selalu memikirkan kebahagiaan orang lain, pemikir yang berusaha mencari kebahagian yang itu diserahkan untuk bangsanya. Semoga kalian adalah putra-putri terbaik bangsa yang nantinya mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan bangsa ini. Rangkai Mimpi-mu, Gapai asa-mu di kota ini (Jogjakarta).
Asrama Lembaga Pendidikan Insani
Jumat, 1 Agustus 2014
@fadjar_chemis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar