(dimuat di selasar.com November 2015)
“Ibu ke
sekolah, guru-guru tetap ngajar, Fariz be yang di rumah, murid-murid libur
Ai, parah nian kabutnyo sini jar, pedih mato
nak pegi keluar”
---------------
“Ibu
ke sekolah, guru-guru tetap ngajar, Fariz saja yang tinggal di rumah,
murid-murid libur
Parah
sekali kabutnya di sini jar, pedih mata kalau pergi keluar”
Sepenggal obrolan saya kepada ibu beberapa hari yang
lalu, kebetulan saat saya di Kalimantan ibu juga menanyakan bagaimana keadaan
di sana, karena memang saat program marching for boundary Baktinusa Dompet Dhuafa saya ditempatkan di Sebatik, Kalimantan Utara
yang tidak terlalu bermasalah dengan kabut asap.
Kabut asap memang menjadi musibah rutin tahunan di Jambi,
setiap tahun musibah ini selalu hadir. Tahun 2015 musibah ini-pun kembali hadir
dan dapat dikategorikan yang terparah dibanding beberapa tahun kebelakang.
Fenomena kabut mengigatkan saya akan masa-masa di sekolah
dasar, karena menambah jatah libur kami di sekolah, kami berlibur bukan hanya
karena tanggal merah, hari raya, dan hari besar, jatah libur kami bertambah
karena kabut asap yang melanda kota kami.
"Kami berlibur bukan hanya karena tanggal merah,
hari raya, dan hari besar, jatah libur kami bertambah karena kabut asap yang
melanda kota kami"
Mengenal Kabut Asap dari Hulu hingga
Hilir.
Saya mencoba sedikit mengulas diskusi yang saya dapat
pada kajian BEM KM FMIPA UGM kamis lalu [1]. Sebelum berbicara jauh tentang
kabut dan asap sebaiknya kita coba mendefinisikan kabut dan asap.
Kabut (fog) adalah uap air sebagai hasil
kondensasi yang masih dekat dengan tanah yang terjadi karena peristiwa
pemanasan atau pendinginan udara sedangkan Asap (smoke) adalah sesuatu yang dapat dilihat dan dihasilkan dari proses pembakaran
[2].
Campuran antara Kabut dan Asap inilah yang kemudian
menjadi bencana kabut di beberapa titik sumatera dan Kalimantan. Asbut adalah
istilah yang diadaptasi dari bahasa inggris smog (smoke and fog) yang merupakan pencemaran udara berat yang terjadi berhari-hari hingga
hitungan bulan [3].
Kasus ini bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga di
beberapa kota di dunia seperti London, Hongkong, Beijing, Athena, dan Los
Angeles .
Greenpeace mengklaim telah menemukan titik-titik api pada
tanah yang dimiliki oleh 36 perusahaan kertas dan kelapa sawit. Banyak di
antara mereka adalah anak perusahaan Malaysia dan Singapura [4] [5].
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengungkapkan
peristiwa kebakaran di beberapa wilayah Indonesia dan menimbulkan kabut asap
merupakan tidak patuhnya pengusaha dan petani berbasis lahan imbas dari
sulitnya pemahaman regulasi masyarakat umum.
"Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin)
mengungkapkan peristiwa kebakaran di beberapa wilayah Indonesia dan menimbulkan
kabut asap merupakan tidak patuhnya pengusaha dan petani berbasis lahan imbas
dari sulitnya pemahaman regulasi masyarakat umum"
Regulasi yang tidak dipahami dengan baik oleh publik,
kurangnya pengawasan dan pemahaman terhadap akar permasalahan menyebabkan
penanganan terhadap kebakaran hutan dan kabut asap yang setiap tahun terjadi di
Indonesia[6].
Kembali ke diskusi strategis kamis lalu, Bapak Wahyu yun
Santosa M.H selaku salah satu pembicara yang mengkaji dari sudut pandang hukum
juga menyampaikan terkait kertas posisi antara Undang-Undang dan Peraturan
Masyarakat Hukum Adat (MHA). UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan secara
dibakar, dalam pasal yang sama menyebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud
memperlihatkan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing
[1].
Maksud dari kearifan lokal tersebut adalah Peraturan
Masyarakat Hukum Adat dimana dibolehkan melakukan pembakaran lahan dengan luas
lahan maksimal 2 hektar per-kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal
dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah
sekelilingnya.
"Maksud dari kearifan lokal tersebut adalah
Peraturan Masyarakat Hukum Adat dimana dibolehkan melakukan pembakaran lahan
dengan luas lahan maksimal 2 hektar per-kepala keluarga untuk ditanami jenis
varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api
ke wilayah sekelilingnya"
Penjelasan Pak Wahyu diperkuat dengan Penjelasan Ketua
Umum KADIN Bidang Lingkungan Hidup Perubahan Iklim dan Pembangunan
Berkelanjutan (LHPIPB) Kamar Dagang dan Industri di Indonesia, Shinta Widjaja
Kamdani menyoroti sisi regulasi terkait pembukaan lahan, Beliau menilai dapat
menimbulkan celah multi tafsir hingga diinterpretasikan berbeda juga perlu
dikritisi terkait UU No 32 Tahun 2009 [6].
Kabut Asap Musibah Tahunan
Seperti dijelaskan di atas kabut asap merupakan musibah
tahunan yang dialami oleh negara-negara rumpun melayu seperti Indonesia
(Sumatera dan Kalimantan), Malaysia, dan Singapura. Pada Juni 2013 dijelaskan
bahwa Kabut di Provinsi Riau dan Kepri sudah mencapai tingkat kekhawatiran
terkhusus Kota Batam begitupula dengan Malaysia dan Singapura, Pemerintah
Malaysia mengumumkan status darurat kabut asap.
Menteri Lingkungan Hidup Malaysia, G. Palanivel
menyebutkan indeks standar polutan (PSI) di dua distrik di negara bagian Johor
telah terdeteksi mencapai 750 atau sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sedangkan Singapura saat itu kabut telah menjuru ke seluruh Kota [7] [8].
Tahun 2014 disebutkan bahwa terjadi peningkatan penderita
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Riau mencapai 38.744 jiwa
(mengalami peningkatan 729 jiwa [9][10]. Kota Pekanbaru dengan 9.268 jiwa.
Menyusul Rokan Hilir sebanyak 7.632 jiwa, Bengkalis
sebanyak 4.527 jiwa, Dumai sebanyak 3.188 jiwa, Siak sebanyak 2.878 jiwa,
Pelawan sebanyak 2.717 jiwa, Rokan Hulu sebanyak 2.548 jiwa, Kampar sebanyak
1.969 jiwa dan Indragiri hulu sebanyak 1.512 jiwa.
Sejak tanggal 1 Maret hingga tanggal 10 Maret 2014,
tercatat sudah sebanyak 1.300 warga yang terserang infeksi saluran pernafasan
atas di Kota Padang. Selain disebabkan fluktuaktif cuaca, kondisi itu
disebabkan oleh kabut asap yang melanda Sumatera Barat sejak beberapa waktu
terakhir [11].
Begitupun dengan Tahun 2015, Afriyadi menyebutkan
Kombinasi kebakaran hutan dan musim kemarau menyebabkan polusi asap terjadi
hampir setiap tahun di Indonesia, terutama di provinsi-provinsi yang pembakaran
lahan ilegal dilakukan secara rutin untuk melakukan peladangan.
"Begitupun dengan Tahun 2015, Afriyadi menyebutkan
Kombinasi kebakaran hutan dan musim kemarau menyebabkan polusi asap terjadi
hampir setiap tahun di Indonesia, terutama di provinsi-provinsi yang pembakaran
lahan ilegal dilakukan secara rutin untuk melakukan peladangan"
Pembebasan lahan untuk ditanami kelapa sawit merupakan
salah satunya. Hampir sepanjang tahun hal ini berkontribusi besar pada jumlah
polusi yang dihasilkan [12]. Indeks Standar Pencemaran Udara di Kota Pekanbaru,
Riau mencapai 984 psi yang jauh berada diatas batas kualitas udara sehat yang
seharusnya lebih kecil dari 50 psi [13].
Pada tanggal 15 September Indeks Pencemaran Udara di
Kuala Selangor, Malaysia mencapai angka 200. [14] Musibah kabut asap bukan
hanya memberikan dampak kerugian di sektor kesehatan, namun juga pendidikan
karena beberapa sekolah harus diliburkan.
Begitupun dengan sektor ekonomi, bandara dibeberapa kota
harus ditutup, kegitanan perekonomian, pasar rakyat dsb membuat siklus
perekonomian di beberapa kota Sumatera dan Kalimantan harus berputar lamban.
Akankah Kita Diam ? Bergeraklah Walau
hanya Sehasta.
Saya sangat mengapresiasi kepedulian beberapa
institusi/lembaga terkait musibah kabut asap ini, terkhusus lembaga mahasiswa
yang bergerak membagikan masker, informasi, konsumsi dan bantuan-bantuan
lainnya.
Kepedulian adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai
masyarakat Indonesia karena Sumatera dan Kalimantan adalah bagian dari kita.
Musibah tahunan ini bukan hanya cakupan yang di bahas pemerintah di Indonesia
namun juga negara-negara di Asia tenggara (ASEAN), karena dampaknya juga
dirasakan oleh beberapa negara ASEAN.
Polusi Asap lintas batas negara ini membuahkan sebuah
perjanjian sebagai bentuk tanggung jawab bersama terkait permasalahan polusi
asap lintas negara yang ditandatangani pada 10 juni 2002 di Kuala Lumpur.
"Polusi Asap lintas batas negara ini membuahkan sebuah
perjanjian sebagai bentuk tanggung jawab bersama terkait permasalahan polusi
asap lintas negara yang ditandatangani pada 10 juni 2002 di Kuala Lumpur"
Perjanjian ini menetapkan sebuah Pusat Koordinasi ASEAN
terkait Transboundary Haze Pollution Control untuk memfasilitasi kerjasama dan koordinasi dalam mengelola dampak
kebakaran lahan, hutan dan polusi asap khususnya yang timbul dari kebakaran
tersebut.
Setiap Tahunnya sejak ditandatangani perjanjian tersebut
selalu diadakan pertemuan terhitung sejak 2004 hinga 2010 telah diadakan
pertemuan di beberapa Kota seperti Hanoi, Bandar seri Begawan, Singapura, dan
Bangkok. Namun sayangnya belum terlihat dampak kongkret dari pertemuan tersebut
jika mengevaluasi musibah asap dari tahun ke tahun [15].
Bukan hanya pemerintah, mahasiswa antar negara ASEAN pun
juga pernah membahas diskusi terkait hal ini dengan bahasan “Transboundary Haze Pollution”, diskusi ini diadakan di awal tahun 2015 kemarin sebagai evaluasi kabut
asap tahun 2014 dan prediksi kabut asap 2015, ternyata benar di tahun 2015
tepatnya di bulan agustus musibah kabut asap kembali hadir [16].
Kita tentu berharap musibah kabut asap ini ke depan akan
berkurang, dan terus berkurang, karena memang pembebasan lahan untuk membuka
lahan baru menjadi salah satu faktor utama lahirnya musibah kabut asap ini.
Kita semua tentunya harus bergerak dengan kompetensi kita
masing-masing, terkhusus pemerintah dan pengusaha yang lebih banyak bermain
dalam hal ini, sebuah hukum, regulasi dan kebijakan bisa saja dipermainkan, dimulti-tafsirkan
sehingga terjadi pembelokan kebenaran, kebenaran layaknya bukan sesuatu yang
benar secara hakiki namun kebenaran adalah sebuah pembenaran yang didasarkan suara
dan keuntungan terbanyak.
"Kita baru tersadar setelah musibah besar ini melanda,
saudara-saudara kita menderita penyakit saluran pernafasan, bahkan beberapa
meninggal dunia"
Referensi
[1] Kajian Strategis “Mau dibawa ke mana Asap kita
?”, BEM KM
FMIPA UGM, Kamis 1 Oktober 2015.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Kunci : Kabut dan
Asap
[3] Dr. Henry Antoine Des Voeux, "Fog and
Smoke", Public Health Congress. 26 Juli 2005.
[4] Indonesia’s haze, leaders fiddle as Sumatra burns, http://economist.com/ 22 Mei 2014
[5] Frida dalam Adei Plantation & Industry terlibat
pembakaran hutan di Riau, Skala News, 11 Juli 2013
[6] Shinta Widjaja Kamdani dalam wawancara liputan6
terkait kabut asap dan kerugian non-materiil warga, Jakarta 19 September 2015.
[7] Jessica Chaem (June 20, 2013). “Haze hits hazardous
levels, singapore and indonesia at war of words”, Eco Business.
[8] Gusti Yennosa, Kabut Asap di Batam mengkhawatirkan, http://Okezone.com/ 21 Juni 2013.
[9] Kabut Asap, warga pekanbaru hirup debu, dimuat oleh
Tempo Nasional, 10 maret 2014
[10] Udara Pekanbaru kembali memburuk, dimuat oleh
Republika, 13 Maret 2014
[11] Wawancara Eka Lusti Lusti (Kepala DKK Kota Padang)
dengan wartawan JPNN news 1 Maret 2014
[12] Achmad Dwi Afriyadi dalam berita “Pengusaha Ungkap
Penyebab Kabut Asap di Indonesia”, Liputan 6, 19 September 2015
[13] Iham Yafiz wartawan Tribun Riau dalam berita “Kabut
Udara Pekanbaru terburuk di Indonesia” 14 september 2015
[14] Tribun Aceh, Sekolah Malaysia libur karena kabut
asap dari Indonesia, 15 september 2015
[15] ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, http://asean.org/ diakses 4 Oktober 2015
[16] Discussion ASEAN Student Organization of Science and
Technology Network, “Transboundary Haze Pollution”, 16 Januari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar