(dimuat di selasar.com November 2015)
“Ibu ke
sekolah, guru-guru tetap ngajar, Fariz be yang di rumah, murid-murid libur
Ai, parah nian kabutnyo sini jar, pedih mato
nak pegi keluar”
---------------
“Ibu
ke sekolah, guru-guru tetap ngajar, Fariz saja yang tinggal di rumah,
murid-murid libur
Parah
sekali kabutnya di sini jar, pedih mata kalau pergi keluar”
Sepenggal obrolan saya kepada ibu beberapa hari yang
lalu, kebetulan saat saya di Kalimantan ibu juga menanyakan bagaimana keadaan
di sana, karena memang saat program marching for boundary Baktinusa Dompet Dhuafa saya ditempatkan di Sebatik, Kalimantan Utara
yang tidak terlalu bermasalah dengan kabut asap.
Kabut asap memang menjadi musibah rutin tahunan di Jambi,
setiap tahun musibah ini selalu hadir. Tahun 2015 musibah ini-pun kembali hadir
dan dapat dikategorikan yang terparah dibanding beberapa tahun kebelakang.
Fenomena kabut mengigatkan saya akan masa-masa di sekolah
dasar, karena menambah jatah libur kami di sekolah, kami berlibur bukan hanya
karena tanggal merah, hari raya, dan hari besar, jatah libur kami bertambah
karena kabut asap yang melanda kota kami.