Minggu, 14 Juni 2015

Tjokroaminoto dan kepemimpinan

Saya ingin berbagi apa yang saya dapat dari bacaan, diskusi, dan seminar yang saya hadiri tentang HOS Tjokroaminoto dan Kepemimpinan. Seminggu yang lalu saya menghadiri Grand Opening Sekolah #Tjokro yang diadakan oleh Beasiswa Aktivis Nusantara Jogjakarta. Acara itu menghadirkan tiga pembicara diantaranya Dr. Aji Dedi M Penulis Buku “Jang Oetama” HOS Tjokroaminoto, Dr. Mukhtasar (Dekan Berprestasi Nasional), Aza El Munadiyan S.Si (Presiden BEM UGM 2010). Dr. Mukhtasar yang berlatar-belakang pendidikan Filsafat Nusantara menjelaskan bagaimana karakter kepemimpinan yang khas dari bumi nusantara tergambarkan oleh sosk Tjokroaminoto. Kepemimpinan adalah sebuah Inovasi dalam pergerakan dan perubahan, begitupula mas Aza selaku aktifis mahasiswa memaparkan aktifis hari ini dan kontribusi di masa mendatang. Keynote Speaker Dr. Aji Dedi M selaku penulis biografi Tjokroaminoto dalam buku “Jang Oetama” menjelaskan sedetailnya tentang Bapak Tjokro. Dr. Aji Dedi M tentu banyak paham tentang kehidupan Bapak Tjokro mengingat sang ayah adalah aktivis Sarekat Islam, kemudian banyak belajar di pneleh dan proses pengumpulan data buku pun sejak 2006 sudah dimulai.


Ada banyak catatan penting dari penyampaian Dr. Aji terkait Tjokroaminoto dan Kepemimpinan diantaranya seorang pemimpin (leader) memiliki 4 tugas utama
1. Membaca
2. Menulis
3. Mendorong, dan
4. Mengkader

Setidaknya hal itu tergambarkan oleh sosok tjokroaminoto “raja jawa tanpa mahkota”. Dr Aji Dedi pun menjelaskan tentang murid tjokro yang sesungguhnya, beliau menyebutkan murid tjokro yang sesungguhnya itu hanya 3 ‘ Soekarno, Kartosuwiryo dan Hamka. Semaun, Darsono dkk hanya menumpang tinggal di kos-kosan beliau. Namun yang benar-benar dikader adalah Soekarno, bagaimana sokearno dipaksa membaca banyak buku, menulis gagasan dsb. Kartosuwiryo pun juga, menjadi asisten tjokro dalam mengurusi media massa seperti fajar asia, utusan hindia dsb. Hamka yang jauh-jauh datang dari ranah minang pun juga banyak belajar tentang kepemimpinan dari tjokroaminoto. Sebaik baik guru adalah yang pandai mengkader.

Hari ini orang hanya beranggapan bahwa kepemimpinan itu tekait posisi dan kepentingan, sehingga publik pun hanya sebatas memberi suara. Tak banyak orang yang mau turun tangan menjadi pemimpin tanpa mendapatkan posisi, banyak pimpinan di lembaga belum selesai dengan 4 tugas utama tadi, malas membaca, minim gagasan, sulit mendorong dan tak mampu mengkader. Ini seakan menjadi problem dalam hal kepemimpinan bangsa ini. Jikalau kita mengaburkan soal posisi dan jabatan, mengaplikasikan makna kepemimpinan yang sesungguhnya, perubahan yang hakiki itu pasti hadir untuk bangsa ini.

Tiga bulan yang lalu tepat pertama kalinya Film Guru Bangsa Tjokroaminoto hadir di bioskop, saya bersama teman langsung membeli tiket dan menonton film yang kami tunggu, sebelum menonton film pun diskusi berjalan dengan modal beberapa buku yang telah menggambarkan sosok tjokro. Film Tjokro saya kira harus menjadi tontonan wajib bagi anak muda sekarang, bagaimana keberanian seorang intelektual nusantara melawan kolonial belanda, mengonsep sebuah gerakan yang memberi dampak besar bagi masyarakat. “Setinggi tinggi ilmu, semurni murni tauhid, sepintar pintar siasat”, kata-kata tersebut lah yang selalu disebutkan dalam film tersebut. Begitupun dengan makna dari Hijrah, berpindah ketempat yang lebih baik. Sebagai manusia adalah kewajiban untuk kita menjadi lebih baik kedepannya, setiap hari ada proses perbaikan yang terjadi. Menjadi Pemimpin bukanlah berfikir hari ini saja tapi berfikir panjang kedepan dengan gagasan yang jauh kedepan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar