Tulisan ini sebagai tanggung jawab moral seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di kampus yang katanya “Kerakyatan”, kampus yang dalam sejarahnya lahir dari perjuangan rakyat bersama intelektual dan para pemimpin bangsa. Kampus yang dulu begitu dekat dengan rakyat, bahkan sampai sang rektor pun tak enggan “ngangkring” bareng bersama tukang becak dan pedagang kaki lima untuk berdiskusi membahas keresahan-keresahan yang dialami.
“Gadjah Mada adalah mata airku, Gadjah Mada adalah Sumberku, Mengalirlahlah kelautnya, Pengabdian kepada Rakyat, Bukan pada kemuktian diri.”-Soekarno
Momentum hari buruh adalah waktu yang tepat untuk kita sedikit merasakan dan merefleksikan kesejahteraan rakyat kecil, bukan hanya buruh tapi rakyat kecil pada umumnya, disini kita coba membangun rasa empati kita kepada wong cilik. 1 Mei diperingati sebagai hari buruh internasional: hari di mana momen-momen penindasan terhadap buruh serentak direfleksikan dan diekspresikan lewat aksi protes mereka secara bersama-sama. Begitupun kita di Indonesia, disinilah momen mahasiswa, masyarakat dan kaum buruh bersatu berbagi keresahan menuntut ketidak-adilan yang terjadi.
Quo Vadis Gerakan Buruh
Dalam sejarah Indonesia dikatakan bahwa gerakan pertama yang ada adalah gerakan buruh, gerakan massa bermula dari gerakan buruh, barulah kemudian lahir gerakan-gerakan lain hingga gerakan mahasiswa. Buruh memiliki urgensi dalam konstelasi demokratisasi maka tidak heran Rueschmeyer dalam bukunya Capitalist Development and Democracy mengatakan bahwa kelas buruh merupakan kekuatan pro-demokrasi utama.
Melihat sejarah kita dapat menyimpulkan bahwa kaum buruh sangat profesional dalam melakukan mobilisasi massa dan gerakan politik, selain itu Gerakan buruh memiliki dampak yang begitu besar, gerakan buruh dapat mematikan proses produksi. Revolusi Bolshevik sukses membuktikan itu semua sehingga wajar revolusi bolshevik menjadi inspirasi bagi Semaun bersama para buruh untuk melakukan revolusi pada masa penjajahan di Indonesia.
Fahmi panimbang menyebutkan Politik gerakan buruh di Indonesia, seperti halnya di negeri-negeri Asia Tenggara lainnya, memang telah ditekan sedemikian rupa agar mengadopsi “keserikatburuhan ekonomi” ketimbang “keserikatburuhan politik” yang dulu hadir dalam masa-masa perlawanan atas penjajahan. Tradisi “keserikatburuhan politik” pun kini hancur dengan dampak telah terbatasnya perjuangan buruh pada kesejahteraan ekonomi yang lepas dari agenda sosial dan politik yang lebih luas.
Kita dapat melihat kondisi saat ini seberapa besarkah kekuatan buruh dalam memberikan tekanan kepada elit politik. Mungkin arus globalisasi yang begitu besar juga menjadi faktor dalam memberikan pelemahan kepada buruh dalam hal tekananan kepada kaum elit.
Buruh Hari ini
Terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia membuat ekspektasi buruh dan rakyat kecil begitu besar, kesuksesan kepemimpinan jokowi di solo menjadi inspirasi banyak masyarakat untuk memilih beliau dalam pemilihan gubernur DKI dan juga pemilihan presiden. Namun sayangnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sangat jauh dari angan.
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak stabil dan cenderung naik membuat bahan pokok juga ikut naik, meskipun nantinya BBM juga bisa turun namun bahan pokok akan tetap dengan harga yang sudah dinaikkan. Coba rekan-rekan sembari makan di mie ayam (ataupun makanan lain) tanyakan kepada bapak mie ayam yang berjualan dengan gerobak bagaimana pandangan mereka terkait kebijakan yang dikeluarkan, ini hanya sekedar langkah kecil untuk kita membangun empati.
Permasalahan utama dari buruh adalah sistem outsourcing. Merujuk pada Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66. Dalam dunia Psikologi Industri, tercatat karyawan outsourcing adalah karyawan kontrak yang dipasok dari sebuah perusahaan penyedia jasa tenaga outsourcing.
Perbedaannya sistem outsourcing adalah karyawan direkrut oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung. Nanti, oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, karyawan akan dikirimkan ke perusahaan lain (klien) yang membutuhkannya. Karyawan outsourcing biasanya bekerja berdasarkan kontrak dengan perusahaan penyedia jasa bukan perusahaan pengguna jasa, ini yang menjadi permasalahannya. Sistem outsourcing sendiri hanya lima jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan tenaga outsourcing diantaranya cleaning service, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan.Kompas 1 Mei 2014 memberitakan Pandangan Jokowi terkait Sistem outsourcing ; “Kembali lagi ke undang-undangnya. Kalau di dalam undang-undangnya tidak boleh menerapkan outsourcing dan di lapangan ada yang menerapkan, ya tidak benar,” kata Jokowi.
Jika kelak menjadi presiden, lanjut Jokowi, dia akan tetap memimpin berlandaskan undang-undang dan konstitusi yang berlaku. Sistem outsourcing itu berlaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1 Mei 2015 akan menjadi momen pembuktian dari apa yang telah dikatakan oleh jokowi pada momen hari buruh tahun lalu, bersama para buruh kita akan menuntut apa yang disampaikan sang presiden ketika memiliki hajat untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Masih banyak keresahan-keresahan yang hadir di tengah kaum buruh dan masyarakat kelas menengah bawah, setidaknya kita jangan diam, karena diam adalah kedzoliman, Maka dari itu dari tulisan ini coba menghimbau rekan-rekan semua untuk melakukan aksi, entah itu demonstrasi, diskusi ataupun refleksi untuk membangun empati kita kepada rakyat kecil, kepada kaum tertindas, kepada buruh khususnya. Karena diam adalah pengkhianatan maka aksi adalah pembuktian, lakukan lah aksi apapun yang menurut kalian itu yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar