Akhir tahun menjadi
sebuah selebrasi besar bagi masyarakat terkhusus anak muda, selebrasi dan
kebebasan menjadi titik awal rapuhnya sebuah aqidah kita sebagai seorang
muslim. Tak jarang banyak orang menyepelekan sebuah makna natal dan tahun baru.
Toleransi menjadi alasan utama untuk mengucapkan perayaan kelahiran yesus
kristus dan pergantian tahun masehi.
Mengapa tidak boleh natal?
Natal ditinjau
dari bahasa indonesia artinya kelahiran, 25 desember menjadi momen peringatan
bagi nasrani dan kristiani memperingati lahirnya seorang yang bernama yesus
kristus dimana beliau dianggap sebagai Tuhan yang membawa ajaran kristiani.
Momen ini menjadi titik refleksi sejauh aman mereka memaknai ajaran kristiani.
Natal juga menjadi starting point untuk meningkatkan ibadah umat kristiani.
Namun dimomen ini
terjadi perdebatan umat muslim terkait haramnya mengucapkan selamat natal,
ulama pun terbagi menjadi dua bagian, yang mengucapkan dan yang tidak.
Mengucapkan dengan alasan toleransi antar umat beragama, sedangkan yang tidak
mengucapkan mengatakan haram karena menyangkut aqidah, mengucapkan selamat
natal berarti mengakui lahirnya yesus kristus sebagai tuhan. Bahkan kelompok
yang dicap sebagai islam garis keras mengatakan mengucapkan selamat natal lebih
hina ketimbang mengucapkan selamat berzina.
Saya pribadi tidak
sepakat mengucapkan selamat natal karena menyangkut soal aqidah. Mengucapkan
selamat natal bagi saya adalah menyepakati lahirnya yesus kristus sebagai
Tuhan, dengan konsep fundamentalis yang saya yakini maka dari itu tiap perayaan
natal saya tidak pernah mengucapkan selamat natal.
Aqidah dan
Toleransi
“Jangan pernah menggadaikan aqidah dengan
sebuah alasan yang tidak jelas (toelransi)”
Sangatlah
disayangkan ketika hanya dengan mengucapkan kata natal seakan-akan kita telah
menjual aqidah, kepercayaan kita terhadap islam, maka dari itu sebaik-baiknya
sebuah paham, konsep ataupun ilmu akan beralih kepada quran dan hadis, dan tak
ada satupun surat atau ayat yang menjelaskan tentang natal dan urgensi
mengucapkannya. Banyak umat saat ini kurang memahami konseptualis ilmu agama
sehingga dengan mudah terombang ambing dengan alasan kemanusiaan (humanity)
seperti istilah kata toleransi, pancasilais dsb. Maka sudah sepatutnya kita
sepakat dengan konseptualis islam adalah sebuah keharaman kita mengucapkan
selamat natal.
Tahun baru
sebagai momen evaluasi
Menurut saya
pribadi perayaan tahun baru tergantung bagaimana kita merayaakannya, momen
tahun baru bisa jadi menjadi titk evaluasi terutama kita sebagai warga
Indonesia yang menggunakan kalender masehi dalam sistem pemerintahan. Sudah
sejauh mana prestasi yang kita raih dalam dunia pendidikan, kapasitas kita
sebagai seorang intelektual dsb. Jadi tahun baru ketika kita mengartikan adalah
sebagai momen evaluasi (muhassabah), bukan momen party untuk merayakan
kemenangan. Tahun baru menjadi starting point untuk meajut prestasi setahun
kedepan, merancang planning kontribusi dan karya yang akan kita buat, bukan
malah party menghabiskan uang hanya demi sebuah kepuasan.
Dari
tulisan diatas kita dapat menyimpulkan betapa besar konsep sebuah ilmu, amal
dan aqidah kita sebagai muslim, seberapa besar konsep tadi kita pegang dan kita
implementasikan kedalam kehidupan kita. Insyaallah ketika aktualisasi dari
ilmu, amal dan aqidah maka kita akan terselamatkan dari konsep-konsep yang
mengarah kepada kerusakan aqidah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar